Jika Ingin Anak Sukses, Jangan Lakukan Ini Padanya
Pernahkah mengalami si buah hati tertinggal dari teman-temannya? Atau anda merasa harus berupaya semaksimal mungkin agar si kecil menjadi yang terdepan di antara mereka?
Kebanyakan orangtua menginginkan di masa depan yang akan datang anak-anaknya hidup bahagia, penghasilan yang lebih dari cukup, perilaku yang baik dan menyenangkan, karir mantap , terlebih sukses di dunia dan di akhirat.
Namun, banyak di antara mereka tidak memahami bahwa masing-masing anak memiliki kepribadian dan karakter yang berbeda. Kadangmerekaterlalu memaksakan kehendak tanpa menimbang kemampuan dan perasaan anak-anak.
Tapi, kita juga harus tahu bahwa memaksakan kehendak bukanlah jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah. Padahal, pada dasarnya, setiap anak-anak memiliki jiwa yang ingin bebas. Kebebasan untuk bereksplorasi, berpendapat, juga merasa bahagia ini harus mereka lalui dalam kehidupan, agar mereka dapat memaksimalkan potensi dan mengasah kecerdasan dalam masa tumbuh kembang.
Lalu apakah anda, termasuk orangtua dengan ciri-ciri hyperparenting?
Cenderung untuk meniadakan kata ampun ketika anak sedang mengalami kegagalan.
Menerapkan sikap disiplin yang berlebihan kepada anak.
Mengultimatumanak untuk selalu menjadi nomor satu tanpa kita sadari bahwa setiap individu anak memiliki kemampuan yang berbeda.
Cenderung ingin mengalihkan waktu bermain bersama kawan-kawannya untuk selalu mengulang dan mengulang pelajaran yang didapat si anak di sekolah, dan kurang suka jika anak-anak banyak menghabiskan waktu bermain itu atau melakukan hobi yang disukainya.
Suka membanding-bandingkan antara anak sendiri dengan anakorang lain.
Mengukur keberhasilan anak selalu dari nilai/rangking/prestasi di sekolah tanpa mempertimbangkan bahwa tak selalu prestasi itu bisa kita jadikan sebagai patokan.
Karena sebenarnya ketika anak belum terdepan di bidang prestasi, ada hal menonjol dari anak yang kadang natural misalnya; seni, estetika, olah raga, kreatifitas, dan lain-lain.
Menerapkan sikap disiplin yang berlebihan kepada anak.
Mengultimatumanak untuk selalu menjadi nomor satu tanpa kita sadari bahwa setiap individu anak memiliki kemampuan yang berbeda.
Cenderung ingin mengalihkan waktu bermain bersama kawan-kawannya untuk selalu mengulang dan mengulang pelajaran yang didapat si anak di sekolah, dan kurang suka jika anak-anak banyak menghabiskan waktu bermain itu atau melakukan hobi yang disukainya.
Suka membanding-bandingkan antara anak sendiri dengan anakorang lain.
Mengukur keberhasilan anak selalu dari nilai/rangking/prestasi di sekolah tanpa mempertimbangkan bahwa tak selalu prestasi itu bisa kita jadikan sebagai patokan.
Karena sebenarnya ketika anak belum terdepan di bidang prestasi, ada hal menonjol dari anak yang kadang natural misalnya; seni, estetika, olah raga, kreatifitas, dan lain-lain.
Ada dampak yang harus kita sadari jika menjadikan anak sebagai objek atas obsesi kita, di antaranya:
-Anak menjadi pemberontak,
No comments:
Post a Comment