Sunday 19 February 2017

Cinta yang Tidak Diingkari dan Tidak Pula Tercela

Dalam kitab Ad-Daa'wa wa Ad-Dawaa' (الداء والدواء)  Macam-Macam Penyakit Hati yang Membahayakan dan Resep Pengobatannya karya Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah (Pentahqiq : Syaikh 'Ali Hasan bin 'Ali al-Halabi al-Atsari , penerjemah : Adni Kurniawan, Lc, Penerbit : Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2016) pada halaman 527-529 :  Cinta yang Tidak Diingkari dan Tidak Pula Tercela

Demikianlah cinta yang tidak diingkari dan tidak pula tercela, bahkan termasuk jenis cinta yang paling paling terpuji. Begitu juga dengan mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Akan tetapi, yang kami maksud adalah cinta khusus, yaitu yang menyibukkan hati dan pikiran pecinta sekaligus sekaligus membuat dirinya selalu ingat kepada yang dicintainya. Misalnya, cinta seorang muslim kepada Allah dan Rasul-Nya, yang karena kecintaan itulah ia masuk ke dalam Islam.

Manusia bertingkat-tingkat dalam kecintaan ini dengan tingkatan yang tidak seorang pun mampu menghitungnya, Kecuali Allah Subhanahu wa ta’ala. Cinta Itulah yang meringankan beban, mendermawankan orang bakhil, memberanikan seorang pengecut, menjernihkan pikiran, melatih jiwa, serta menjadikan kehidupan ini lebih baik dengan sebenar-benarnya. Bukan cinta semu yang diharamkan.

Ketika ditampakkan seluruh rahasia pada hari pertemuan dengan-Nya, maka rahasia cinta tersebut termasuk rahasia terbaik di kalangan hamba. Hal ini sebagai dikatakan :

“Rahasia cinta akan tetap langgeng di relung hati pemiliknya,
hingga ditampakannya segala macam rahasia.”

Jika engkau ingin mengetahui kadar cintamu juga kadar cintamu selain kepada Allah, maka lihatlah kadar kecintaanmu terhadap al-Qur’an di hatimu. Kelezatanmu dengan mendengar firman-Nya seharusnya jauh lebih besar daripada kelezatan yang dirasakan oleh orang-orang yang mencintai musik dan nyanyian.

Termasuk dari perkara yang umum diketahui bahwa siapa yang mencintai seseorang pasti mencintai ucapan dan perkataannya pula, sebagaiman dikatakan oleh penyair :

“ jika kau menyatakan cinta kepada-Ku
Lalu mengapa kau jauhi Kitab-ku
Tidakkah kau perhatikan apa yang ada di dalamnya
Yang merupakan kelezatan seruan-KU “

Utsman bin Affan Radhiallahu ‘anhu berkata : “Sekiranya hati kita bersih, tentu kita tidak akan pernah merasa kenyang dengan firman Allah.”

Bagaimana seorang pecinta akan merasa kenyang dari ucapan objek yang dicintainya, padahal itulah puncak tujuannya.

Pada suatu hari, Nabi berkata kepada Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘anhu : “Bacakanlah a-Qur’an untukku.”

Ibnu Mas’ud bertanya:”Bagaimana aku membacakannya, sedangkan al-Qur’an diturunkan kepadamu?”

Rasulullah bersabda :”Aku suka mendengarkan al-Qur’an dari selain bacaanku.”
Kemudian, Ibnu Mas’ud pun membacakan al-Qur’an mulai awal surat An-Nisa’ sampai pada firman-Nya :

(فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا)

“Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka.”
(QS. An-Nisa’ : 41)

Tiba-tiba, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berseru : “cukup.”
Ibnu Mas’ud segera mengangkat kepala dan terlihatlah olehnya kedua mata Rasulullah yang meneteskan air mata. (1)

Tatkala para Sahabat berkumpul di tengah-tengah mereka terdapat Abu Musa, mereka segera meminta : “Wahai Abu Musa, ingatkanlah kami kepada Rabb kami.” Maka Abu Musa membacakan al-Qur’an, sedangkan mereka menyimaknya baik-baik. (2)

Pecinta al-Qur’an merasakan kenikmatan, kelezatan, kemanisan, dan kegembiraan yang berlipat ganda, yang jauh lebih besar, dibandingkan dengan yang dirasakan orang yang suka mendengar nyanyian syaitan.

Apabila kamu melihat seseorang yang lebih senang mendengarkan bait-bait syair daripada ayat-ayat Allah, serta lebih suka mendengarkan lagu-lagu daripada al-Qur’an, maka kondisinya sebagaimana dikatakan :

“dibacakan kepadamu al-Qur’an, namun hatimu keras seperti batu;
Tapi tatkala satu bait syair disenandungkan, engkau pun goyah
Seperti orang yang mabuk kepayang”

Kondisi demikian merupakan dalil terkuat yang menunjukkan bahwa hatinya kosong dari kecintaan terhadap Allah dan firman-Nya. Selain itu, hal tersebut membuktikan ketergantungan orang itu terhadap nyanyian syaitan. Meskipun demikian, orang yang tertipu dia mengira memiliki ilmu.

Di dalam kecintaan kepada Allah, firman-Nya, dan Rasul-Nya terdapat perkara-perkara yang jauh berlipat ganda kebaikannya dibandingkan orang yang mencari faedah dan manfaat dari kasmaran. Tidak ada cinta yang lebih bermanfaat daripada cinta kepada-Nya. Justru, mencintai selain-Nya itu termasuk kebathilan, jika hal itu tidak membantu menambahkan kecintaan dan kerinduan kepada-Nya.
____________________________
(1) HR. Al-Bukhari (no.5055) dan Muslim (no.800)
(2) Hal senada diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam Fadha-ilul Qur’an (hlm. 79)

No comments:

Post a Comment